SILUMANEWS.COM – JAKARTA, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati merespon Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Dalam Pasal 2 beleid itu, disebutkan bahwa penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung disediakan dalam rangka memperoleh pendanaan atas kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) sesuai dengan hasil keputusan komite.
“Tentang hal ini harus dilakukan secermat mungkin bahkan bila perlu ditinjau ulang, jangan sampai merugikan keuangan negara dikemudian hari. Apalagi tahun 2015 lalu Pemerintah pernah menolak proposal KCJB dari Jepang karena adanya syarat jaminan dari Pemerintah,” katanya di Jakarta (21/10/2023).
Anggota DPR Komisi XI ini beragumen bahwa Pemerintah tidak konsisten dan terbuka terkait proses Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
“Sedikit kita flash back, awalnya Pemerintah berkomitmen pembiayaan KCJB sifatnya business to business (b to b). Kemudian Pemerintah mengajukan PMN untuk KAI. Selanjutnya meminta diberikannya subsidi tiket. Saat ini kita dikagetkan dengan pengajuan skema penjaminan terhadap APBN bila terjadi perubahan biaya (cost overrun). Hal ini menunjukkan proyek ini dari awal tidak punya perencanaan yang matang dan akhirnya membebani APBN,” ujarnya.
Selanjutnya, politisi senior perempuan PKS ini memaparkan, sejatinya APBN adalah amanah konstitusi yang harus dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat. “Masih banyak persoalan bangsa yang patut dan layak dibiayai oleh APBN untuk membantu kehidupan masyarakat, diantarannya: kemiskinan ekstrem, stunting, fasilitas puskesmas, tenaga honorer, membantu petani, nelayan dan lainnya,” tegasnya.
Menurutnya, proyek KCJB tidak punya tingkat signifikansi yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat yang harus didanai oleh APBN. “KCJB proyek mercusuar pemerintah yang belum dibutuhkan masyarakat saat ini, costnya jauh lebih besar ketimbang manfaat yang bisa dirasakan masyarakat luas,” tutup Anis. (*)