Menu

Mode Gelap
LSM Trinusa Desak KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Cakada Bekasi Semua Bisa Umroh Jalin Kolaborasi Untuk Baitullah Dengan Lembaga Amil Zakat Serap Aspirasi Masyarakat Hj. Nur Azizah Tamhid Gelar Diskusi Publik Hubungan Pusat Dan Daerah Camat Purwokerto Timur Targetkan Imunisasi 95 Persen Antisipasi KLB Polio cVDPV2 Solidaritas Seribu Pemuda Kota Bekasi Akan Hadiri Orasi Politik Caleg Afrizal dan Romi Bareno

Pilkada · 6 Jul 2024 07:47 WIB ·

Membaca Etalase Calon Bupati Banyumas 2024–2029 Oleh: Suradi Al Karim


 Membaca Etalase Calon Bupati Banyumas 2024–2029 Oleh: Suradi Al Karim Perbesar

SILUMANEWS.COM – Banyumas – Budi Setiawan, Setya Ari Nugroho, dan Arief Dwi Kusuma Wardhana adalah tiga politisi penting dalam pilkada Banyumas 2024. Budi Ketua DPC PDI-Perjuangan, Setya Ketua DPD PKS, dan Arief Ketua DPD Partai Golkar untuk Kabupaten Banyumas. Ketiganya dengan militan menghela partainya. PDI-P nasionalis sejati, PKS religious modernitas, dan Golkar partai moderat atau partai tengah.

Baliho politik terpasang di sudut-sudut kota hingga di desa-desa, akan tetapi tiga politisi ini tidak terpasang, mungkin dinilai bukanlah sumber informasi politik bagi publik, atau baliho politik yang menampilkan Balon tidak menyampaikan pesan apapun kepada komunikan dan tidak efektif.

Sebagai mantan praktisi politik dan aktivis menilai mereka tentu punya gaya komunikasi politik berbeda dengan akademisi, pengusaha, dan mantan birokrat. Praktisi politik menerjemahkan politik adalah bukan apa yang disampaikan via baliho, melainkan apa yang dilakukan untuk khalayak.

Hukum tabung Archimedes tidak berlaku dalam politik. Sebab itu, baliho bakal calon (Balon) kepada daerah adalah kue yang tidak lezat. Bukan tanpa alasan darimana kita mengenal orang-orang yang menjajakan rekam jejak investasi politik dan social figure kepada publik?

Sementara itu, Sadewo, balon dari PDI-Perjuangan adalah kue yang sangat lezat, bukan hanya bungkusnya yang sangat indah, melainkan juga penjajanya sangat pandai menggiring orang untuk suka rela membelinya. Baliho foto pose indah yang dijajakan pasti datang dari sukarelawan atau tim sukses bupati. Coba kalau saja yang menjajakan cukup dibawah komando ketua partai, pasti sukses. Sayangnya, yang menjajakan bukan orang parpol.

Unggul dua periode sebelumnya, tepatnya pada pilkada 2013 dan 2018, Sadewo diyakini akan unggul pada pilkada tahun 2024. Banyumas dipimpin oleh Kader PDI-P selama 2 periode berlalu belum sepenuhnya berhasil sebagai partai perjuangan untuk wong cilik, itu benar.

Tetapi orang mesti sadar bahwa tidak mudah mengubah keadaan yang selama 10 tahun memimpin merupakan partai penguasa menjadi sebuah partai dalam pengertian yang sebenarnya: partai yang modem dan mandiri {the rulling party). Dalam konteks ini, barangkali ada asumsi yang tidak nuchter dan juga overestimate terhadap figur dan kader dari PDI-P sebagaimana biasanya figur-figur lain yang tidak egaliter.

Kebesaran figur dari PDI-P seperti Sadewo adalah realitas media, juga realitas objektif. Karena itu, penyebaran baliho sama sekali tidak taktis dan staretgis. Betapapun banyaknya, tetap saja bukan sebagai figur pembuat berita (newsmaker), yang telah memberikan kontribusi yang cukup bagi IPM Kabupaten Banyumas.

Politik memang bukan matematika, tidak selamanya rasional, dan karena itu tidak selayaknya disikapi secara mutlak. Sebab politik adalah the art of the possible. Karena itu pula, dalam menyukseskan calon bupatinya PDI-Perjuangan tidak boleh mematok harga mati. Ibarat orang berjualan, PDI-P bukan hanya perlu memilih penjaja yang bersih, sopan dan rapi, melainkan juga tidak kurapan.

Bayangkan, jika Anda membeli kue yang sangat lezat dan marketable, tetapi penjualnya kudisan. Bukan salah kuenya jika tidak laku, melainkan salah penjajanya. Sesuai dengan asas marketing, PDI-Perjuangan harus punya penjaja “kue” yang bersih tidak terkena virus penyakit apapun. Sepertinya, Sadewo bisa menciptakan the rulling party kini saatnya memilah dan memilih penjaja yang bersih.

Sinyal kuat untuk Sadewo

Diakui atau tidak, koalisi pilkada tidak akan sejalan dengan pilpres. Masing-masing DPP
menginstruksikan setiap wilayah untuk terbuka dalam koalisi. Demikian akan terjadi di Kabupaten Banyumas.

Koalisi di daerah akan lebih cair, bergantung kepada kepentingan masing-masing kandidat. Karena itu, koalisi yang terbentuk dalam pilpres tidak relevan pada setiap daerah. Koalisi dalam pilkada Banyumas yang sudah mulai cair maka bisa menang dengan perolehan suara di atas 70 persen.

Bersatunya PKB, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan Nasdem bisa mengahdirkan mesin politik nasionalis dan religious dan menyeimbangkan visi keagamaan serta visi kebangsaan sangat efektif untuk memenangkan pilkada tanggal 27 November 2024 di Banyumas, tanpa campur tangan pengaruh orang kuat lokal baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya.

Enam parpol tersebut belakangan ini tampak hangat membangun komunikasi politik. Itu bukan karena mereka ingin menawarkan wakilnya kepada Sadewo, melainkan sebagai investasi politik jangka panjang. Perjuangan ini bisa dimaknai sebagai investasi politik untuk membangun jembatan kolaborasi guna membagi beban dan/atau meminimalisir liability yang akan dipikul saat Sadewo menjadi bupati.

Sulit dipungkiri, pasangan calon kepala daerah bisa mengeluarkan biaya, minimal yang harus dikeluarkan paslon kisaran Rp.25 hingga Rp.30 miliar untuk pemilihan bupati untuk memenangkan pilkada.

Karena itu, ada figur calon wakil bupati yang diyakini memberi nilai tambah dalam dua perspektif sekaligus: dana dan gender. Figur tersebut adalah Dwi Asih Lintarti. Dengan pengalamannya sebagai anggota dewan dari PKB periode 2014 – 2019 dan 2019 – 2024 kemudian menuju peride ketiga 2024 – 2029, Dwi Asih Lintarti memberi kekuatan politik bagi Sadewo.

Kolaborasi Sadewo-Dwi Asih Lintarti mantan kepala Desa Kedungbanteng, memberi arti “balon gelas yang dipakai tukang tenung untuk membaca hari depan sesuatu atau seseorang. Bagi Sadewo, siapapun dipasangkan, ia akan keluar sebagai pemenang.

Sampai kini, keunggulan elektabilitas Sadewo telah unggul dalam berbagai survei, selalu dalam posisi pertama dalam angka elektabilitas. Ibarat mitologi Junani, apapun yang disentuhnya akan menjadi emas. Ibarat ungkapan Jawa sakkebatkliwat seprapat tamat, seorang Lintarti tanpa bicara sekalipun orang sudah paham bagaimana modalnya.

Alhasil, pelajaran terpenting dapat kita ambil dari komunikasi politik yang dibangun enam partai tersebut. Sikap dasar PDI-P Banyumas sangat jelas: memandang enam partai tersebut sebagai mitra politik dalam pemerintahan nanti.

Pertanyaanya adalah jika enam parpol dianggap membagi beban, maka mestinya berlaku pada semua warga pendukungnya. Kalau begitu, mengapa tidak segera deklarasi?

Penulis : Advokat, Pengamat Kebijakan Publik Daerah dan Politik Lokal.

Artikel ini telah dibaca 427 kali

badge-check

Penulis

Komentar ditutup.

Baca Lainnya

Dugaan Money Politic Relawan Gotri Dilaporkan

2 Desember 2024 - 20:01 WIB

Pengamat Sebut Penyebab Suara Tri Adhianto Mandeg, Efek Warga Bekasi Trauma Kasus Korupsi

28 November 2024 - 16:23 WIB

Bekasi Darurat Korupsi, Butuh Wali Kota yang Bersih Jangan Sampai Hattrick

16 November 2024 - 12:40 WIB

Didukung Ulama dan Tokoh Jakarta, Ridwan Kamil – Suswono Teken Pakta Integritas

16 November 2024 - 07:35 WIB

Dua Tahun Kepemimpinan Tri Adhianto Carut Marut, Yakin Bisa Wujudkan Pemerintahan Bersih dari Korupsi?

8 November 2024 - 18:16 WIB

FBR Perintahkan Anggotanya Turun Ke Masyarakat Naikkan Elektabilitas Calon Wali Kota Bekasi Heri – Sholihin

28 Oktober 2024 - 11:13 WIB

Trending di Pilkada