Oleh: Retno Eka
(Aktivis Muslimah & Muslimpreneur)
Fenomena Job Hugging kecenderungan untuk tetap bertahan dalam pekerjaan yang tidak disukai demi keamanan finansial—kini menjadi gejala yang semakin marak di dunia kerja, baik di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Fenomena ini menggambarkan ketidakpastian ekonomi dan pasar kerja yang semakin menekan para pekerja muda.
Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), seperti yang dilaporkan oleh Kompas.com, menyebutkan bahwa Job Hugging muncul sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar kerja. Para lulusan perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi tenaga produktif, justru terjebak dalam pilihan asal kerja demi menghindari status pengangguran intelektual. Kecenderungan ini adalah reaksi alami ketika ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin meningkat, dan bursa kerja semakin tidak bergairah (CNN Indonesia).
Kapitalisme Gagal Menjamin Kesejahteraan
Fenomena Job Hugging bukan hanya masalah psikologis individu, melainkan juga bukti nyata kegagalan Kapitalisme Global dalam menciptakan pekerjaan yang layak dan stabilitas bagi rakyatnya. Ada beberapa aspek yang mendasari kegagalan ini:
Negara Lepas Tangan: Dalam sistem kapitalisme, tanggung jawab untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak lebih banyak dialihkan kepada sektor swasta. Negara hanya berfungsi sebagai regulator dan mengabaikan kewajibannya untuk memastikan bahwa setiap warga negara bisa memenuhi kebutuhan pokok melalui pekerjaan.
Sumber Daya Hanya untuk Segelintir Orang: Sumber daya alam yang melimpah justru dikuasai oleh segelintir kapitalis. Akibatnya, kekayaan hanya berputar di kalangan elit, sementara kesempatan kerja yang tercipta tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja.
Ekonomi Non-Riil dan Ribawi: Praktik ekonomi yang didominasi oleh spekulasi (non-riil) dan sistem ribawi (berbasis bunga) tidak menggerakkan sektor produksi yang sesungguhnya, yang seharusnya menjadi pendorong utama penyerapan tenaga kerja.
Meski pendidikan tinggi diupayakan agar lebih adaptif dengan dunia kerja, kebijakan liberalisasi perdagangan—termasuk perdagangan jasa—justru membuat negara semakin lepas tangan dalam memastikan setiap warganya memperoleh pekerjaan yang layak.
Solusi Islam Kaffah: Negara Sebagai Penjamin Utama
Islam menawarkan solusi fundamental yang dapat mengakhiri fenomena Job Hugging dan krisis ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Negara Sebagai Penanggung Jawab Utama: Dalam sistem Islam, Amir (pemimpin negara) adalah raa’in atau pengurus utama rakyat. Pemimpin negara bertanggung jawab penuh, termasuk menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Kewajiban ini tercantum dengan jelas dalam Dustur (konstitusi) Islam.
Kebijakan Pro-Rakyat: Negara Islam akan menyediakan lapangan kerja secara masif dengan mengelola Sumber Daya Alam (SDA) untuk kepentingan rakyat. Selain itu, negara juga akan melakukan industrialisasi, ihyaul mawat (menghidupkan lahan mati), serta memberikan bantuan modal, sarana, dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan.
Kerja Dibingkai Ibadah: Dalam Islam, pekerjaan tidak hanya sekadar aktivitas ekonomi, tetapi juga ibadah. Rakyat bekerja dengan dorongan untuk memperoleh ridha Allah, sambil terikat pada prinsip halal-haram. Pemimpin negara pun melayani rakyatnya dengan kesadaran penuh akan tanggung jawab di hadapan Allah.
Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh), jaminan pekerjaan dan stabilitas finansial akan terwujud. Kaum muda tidak lagi terperangkap dalam fenomena Job Hugging demi mencari “keamanan finansial”, karena negara sudah menjamin kebutuhan dasar mereka. Bekerja akan menjadi sebuah ibadah yang dilakukan dengan penuh minat dan motivasi, bukan sekadar pelarian dari status pengangguran.
Wallahu A’lam Bishawab.
Sabtu, 27 September 2025