SILUMANEWS.COM – JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI drh Slamet, mempertanyakan keputusan pemerintah yang tetap keukeuh melanjutkan program Food Estate di tengah banyaknya kritik terkait keberhasilan program tersebut.
Menurutnya, dari beberapa hasil kunjungan spesifik Komisi IV DPR RI di beberapa lokus kegiatan food estate menunjukkan besarnya indikasi kegagalan program tersebut. Selain itu beberapa rilis dari beberapa media serta NGO terkemuka menunjukan kegagalan program food estate di Kalimantan dan beberapa tempat lainnya.
“Kami sudah meminta sejak tahun lalu agar proyek Food Estate ini ditinjau kembali oleh pemerintah sebab di lapangan banyak sekali permasalahan yang ditemukan,” ungkap Slamet di Jakarta, Rabu (14/12/2022).
Politisi asal Dapil Sukabumi Raya ini menjelaskan bahwa temuan kelangkaan beras saat ini turut membuktikan bahwa program Food Estate beras memang terindikasi gagal.
“Ada problem soal beras. Ini artinya food estate tidak berhasil menambah produksi beras. Gagal menyuplai beras saat kondisi kelangkaan terjadi sehingga mendorong pemerintah melakukan importasi beras tahun ini,” tambahnya.
Rencana impor beras ini terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Perum Bulog beberapa waktu lalu. Bulog berencana melalukan impor beras untuk memenuhi kebutuhan Cadangan Beras pemerintah (CBP) yang kian menipis.
Selain gagal menyumbang pasokan beras saat kondisi kritis, Food Estate beras juga berpotensi mempercepat beras-isasi pada wilayah-wilayah yang masyarakatnya tidak mengkonsumsi beras sebagai pangan utama seperti di Papua.
“Saya mengutip dari temuan Kompas bahwa beberapa desa di Papua telah mengkonsumsi beras 100 persen untuk kebutuhan pangan mereka padahal makanan utamanya adalah sagu.”
“Peralihan pola makan dari sagu menjadi beras ini justru akan mengancam ketahanan pangan warga lokal. Dengan beras yang belum bisa diproduksi secara mandiri di Papua maka ancaman akan ketahanan pangan di sana akan semakin tinggi,” ungkap Slamet.
Sebelumnya Harian Kompas merilis hasil riset yang menunjukkan bahwa beberapa desa di Merauke sudah mengkonsumsi beras 100 persen sedangkan bahan makanan pokok utama mereka sagu sudah mulai ditinggalkan berganti dengan beras dan mie instan.
Slamet menilai fenomena tersebut adalah akibat kegagalan proyek Merauke Integrated Food and Energy (MIFEE). Namun pemerintah bersikukuh melanjutkan program ini melalui Perpres 108 tahun 2022 yang tetap menjadikan Merauke sebagai salah satu lokasi Food Estate untuk beras.
“Food Estate ini akan semakin mengakselerasi perubahan pola makan masyarakat papua,” pungkasnya.