SILUMANEWS.COM – JAKARTA – Rencana pemerintah mengimpor beras dalam waktu dekat, merupakan pukulan telak bagi petani, bahkan bagi pemerintah sendiri. Klaim swasembada beras beberapa waktu lalu ternyata omong kosong belaka.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPR RI, drh Slamet di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Pemerintah melalui Perum Bulog sepakat untuk mengimpor beras sebesar 600 ribu ton mengingat semakin menipisnya Cadangan Beras Pemerintah (CBP) diakhir tahun ini.
Tahapan Impor beras ini akan dibagi menjadi beberapa termin sampai stok CBP terpenuhi. Menurut Kepala Bulog Budi Waseso, impor beras ini dilakukan untuk mengamankan stok CBP yang mulai menipis yakni tersisa hanya 500 ribu ton atau dibawah standar Stock CBP sebesar 1,2 – 1,5 juta ton.
drh Slamet secara tegas menolak rencana pemerintah tersebut, karena menurutnya impor beras kali ini merupakan ekses dari buruknya tata kelola beras nasional yang terlihat dari rendahnya data serapan perum bulog saat panen raya (Bulan Maret hingga Mei) yang hanya mencapai sekitar 41 ribu ton saja sehingga bulog tidak bisa mengamankan stok CBP di akhir tahun.
Meskipun data BPS yang juga diadopsi oleh Kementrian Pertanian menunjukkan bahwa terdapat surplus beras 1,7 juta ton yang tersebar di masyarakat, namun Bulog tetap kesulitan menyerap beras petani karena harganya yang sudah melambung jauh sehingga pemerintah harus melakukan impor.
“Seharusnya pemerintah duduk bersama untuk menentukan kebijakan beras nasional khususnya dalam menyambut panen raya yang merupakan kesempatan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah,” tegas Slamet.
Politisi senior PKS ini mengungkapkan bahwa pemerintah seharusnya sudah memetakan persoalan beras ini sejak awal. Data BPS dan Kementan menunjukkan ada surplus beras nasional namun Bulog masih impor beras tentu saja ini tamparan bagi pemerintah yang mengklaim terjadinya kecukupan beras nasional dan tidak pernah impor beras lagi seperti yang berulang kali disampaikan presiden jokowi sendiri.
Ia juga menyatakan bahwa kurang cairnya komunikasi antar lembaga, khususnya terkait data merupakan salah satu alasan teknis yang kerap terjadi dalam pengambilan keputusan. Selain itu penyerapan bulog yang cukup rendah pada masa panen raya. Di sisi yang lain, data kementan juga masih harus diverifikasi di lapangan karena ada simpangan perbedaan data yang cukup besar selama proses verifikasi yang dilakukan bulog. Misalnya data kementan menunjukkan ada data 65.000 ton di penggilingan, namun setelah diverifikasi hanya terdapat sekitar 500 ton. (*)