SILUMANEWS.COM – JAKARTA – Pemerintah India resmi mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor gandum akibat adanya fenomena heatwave (gelombang panas) di negara tersebut. Adanya kebijakan tersebut telah mendorong meningkatnya harga gandum dunia yang selama beberapa bulan ini terus menunjukkan trend kenaikan apalagi sejak konflik rusia-ukraina.
Mengutip dari insight kontan konflik rusia-ukrainan dan pembatasan ekspor yang dilakukan oleh India telah mengerek harga gandum global sebesar 6%.
Menanggapi hal tersebut Anggota komisi IV DPR RI dari fraksi PKS, drh. Slamet meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi dampak dari melonjaknya harga gandum tersebut. Mengingat meskipun Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir sudah tidak lagi mengimpor gandum dari india namun adanya kebijakan dari pemerintah India untuk membatasi ekspor gandum dari negaranya akan membuat harga gandum dunia mengalami kenaikan.
Sehingga, akan sangat mempengaruhi besarnya nilai impor gandum Indonesia yang merupakan nett importir gandum terbesar di dunia.
Indonesia mengimpor gandum dari berbagai negara kurang lebih 10, 2 juta ton dengan nilai 2,6 Miliyar US Dollar pada tahun 2020. Menurut Kementerian Pertanian konsumsi gandum di Indonesia terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya konsumsi mie instan, roti, biskuit dan cookies. Bahkan Hampir 95% makanan berbahan baku tepung terigu sebenarnya adalah jenis makanan ‘introduksi’, bukan makanan asli Indonesia.
Politisi senior Fraksi PKS ini juga menyampaikan kekhawatirannya terkait kondisi ketahanan pangan Indonesia yang sudah sangat tergantung dengan bahan pangan berbahan baku gandum yang nota bene merupakan bahan pangan yang belum bisa disubstitusi secara penuh dengan bahan lainnya.
“Sudah saatnya Indonesia kembali dengan makanan asli Indonesia warisan nenek moyang. Oleh karenanya perlu dilakukan kampanye yang masif dan di dukung oleh pemerintah untuk mengembangkan produksinya,” ujarnya di Jakarta Rabu (18/5/2022).
Selain itu, Slamet juga mengkritisi lambatnya inovasi di bidang pangan yang ditujukan untuk mencari alternatif pengganti gandum, misalnya inovasi pada tanaman sorgum yang sudah diklaim dapat mengganti peran gandum pada industri pangan dalam negeri.
Kebijakan pangan dalam negeri di era presiden Jokowi belum menunjukkan komitmen yang kuat terkait ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan seperti yang sudah termaktub dalam UU pangan.
Terakhir, Slamet mengharapkan semua lembaga negara yang terkait dengan pangan saling bersinergi dalam menghadapi kenaikan harga gandum global agar tidak merugikan kepentingan Indonesia secara umum. (*)